Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong terwujudnya sistem pertanian dan pangan global yang inklusif dan tangguh untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDG) pada tahun 2030.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo membuka Konferensi Internasional Ketiga Pengolahan dan Pengolahan Pasca Panen Pertanian (ICPHP) di Bogor pada 12-13 Oktober 2021 secara beragam untuk mendorong dunia memperbaiki sistem pertanian.
Pada konferensi internasional bertema penguatan ketahanan pangan global, Menteri Pertanian Syahrul juga menjelaskan bahwa pemerintah telah merumuskan lima mode aksi (CB) untuk mencapai transformasi struktural sektor pertanian.
Pertama, meningkatkan kapasitas produksi untuk menjamin pasokan pangan bagi sekitar 272 juta penduduk Indonesia. Kedua, diversifikasi pangan lokal dan penguatan ketahanan pangan dan gizi. Ketiga, memperkuat pembangunan cadangan gabah dan sistem logistik untuk menstabilkan pasokan dan harga gabah. Keempat, pengembangan pertanian modern untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing. Kelima, ekspor tiga kali lipat untuk mendukung perekonomian nasional berkembang, terutama di masa pandemi COVID-19.
Konferensi yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementan itu dihadiri juga oleh perwakilan dari Organisasi Pangan Dunia (FAO) yang menjadi salah satu pembicara, serta pembicara lain dari Prancis, Jepang, dan Australia.
Konferensi membahas ketahanan pangan global yang mendapat perhatian dunia yakni untuk merumuskan berbagai penyelesaian terkait ketahanan pangan, khususnya dalam bidang pascapanen.
Sektor pertanian Indonesia mendapat apresiasi internasional, di mana Indonesia terpilih sebagai ketua kelompok kerja pertanian G20 tahun 2022.
Menurut Mentan, penguatan sistem pertanian dan pangan berkelanjutan merupakan keniscayaan yang harus dilakukan, termasuk di Indonesia.
“Upaya peningkatan sistem pertanian dan pangan yang inklusif dan berkelanjutan itu, dapat memperkuat ketahanan pangan global,” kata Mentan.
Mentan Syahrul menjelaskan ketahanan pangan saat ini adalah persoalan penting, mengingat berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi, mulai dari peningkatan jumlah penduduk, konversi dan degradasi kualitas lahan, perubahan iklim, mutu dan keamanan pangan, serta perubahan pola konsumsi.
Di tengah kebutuhan pangan yang meningkat, kata dia, FAO menyebutkan14 persen pangan dunia hilang akibat teknik panen dan pascapanen yang tidak tepat.
Karena itu, lanjut dia, perlu dirumuskan dan dicari solusi teknik panen dan pascapanen untuk peningkatan kapasitas produksi, mengurangi kehilangan dan pemborosan makanan, serta meningkatkan nilai tambah secara merata untuk mencapai ketahanan pangan dan gizi.