TABLOIDSINARTANI.COM, Bogor — Berbagai cara dilakukan untuk mengendalikan hama penggerek batang yang menjadi momok petani. Tani Center IPB University berhasil meyakinkan pemerintah di Klaten, Jawa Tengah dalam gerakan bersama anak-anak sekolah dasar (SD) untuk mempermudah pengendalian penggerek batang padi.
“Setiap satu kelompok telur dihargai Rp 500. Dengan dana pengadaan dari Pemda Klaten sebesar Rp 150 juta, bisa terkumpul kelompok telur hingga 300 ribu kelompok. Dan dapat menyelamatkan nilai panen yang setara dengan 2.250 ton dan bernilai lebih dari Rp 9 Milyar,” jelas Dosen IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman sekaligus Kepala Unit Tani Center, Dr Hermanu Triwidodo saat webinar “Pengelolaan Penggerek Batang Padi Berbasis Feromon” yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI).
Ia menyebutkan cara pengumpulan kelompok telur di bagian bawah padi menjadi cara yang efektif dalam pengendalian hama penggerek batang. Sehingga, potensi pertumbuhan populasi kelompok telur yang melonjak dapat ditekan. Upaya tersebut penting untuk diterapkan karena potensi keberhasilan merusak malainya bisa mencapai 20 persen. Dengan kepadatan padi 0,01 per meter persegi, potensi panen yang hilang sekitar enam kilogram.
Dirinya memprediksi, ketika musim kemarau yang berkepanjangan hingga September nanti, akan muncul penggerek batang padi yang bersifat lebih ganas di daerah Pantura. Karenanya, pengetahuan petani akan hama sundep atau beluk pada batang padi sangat penting. Khususnya ketika petani panik menghadapi penggerek padi. Sebagian besar petani akan menggunakan pestisida secara serabutan, yang justru berpotensi mengundang wereng.
“Dari pengalaman saya, banyak sekali petani yang menggunakan pestisida yang saya nilai kurang efektif. Padahal kita bisa memanfaatkan parasitoid telur seperti Trichogarma. Berdasarkan pengalaman kami, kesuksesan pengendalian akan terjamin jika dimulai sejak awal persemaian dengan memfokuskan pada tempat peletakan telurnya,” tegasnya.
Menurutnya, spesies penggerek batang padi terbanyak di Indonesia di antaranya penggerek padi kuning, putih, bergaris, dan hitam. Berdasarkan bioekologinya, kondisi optimal peletakan telurnya berada pada suhu 24-29 celsius dan kelembaban 90-100 persen. Kelompok telur banyak ditemukan di bawah permukaan daun di dekat ujung. Adapun telur tersebut mudah rusak bila terpapar suhu di atas 34 celsius dan kelembabannya rendah.
Faktor utama lain yang mempengaruhi mortalitas telur adalah cuaca ekstrem dan musuh alami. Rata-rata siklus hidup pada satu generasi yakni sekitar 40 hari dan kecepatan tumbuh populasinya per generasi hingga 3-8 kali. Pupanya biasa ditemukan di dua ruas terbawah padi. “Oleh karenanya dengan sistem panen saat ini banyak yang tidak termatikan,” imbuhnya.
Sedangkan penggunaan feromon sendiri bukan dimaksudkan sebagai pengendali utama, namun bertujuan untuk memudahkan pengumpulan kelompok telur. Salah satu kunci lain dalam pengendalian yang sukses yakni dengan persatuan antar petani.
Reporter : NATTASYA
Sumber : IPB University