TABLOIDSINARTANI.COM, Bogor — Emosi Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo sedikit meninggi ketika membahas subsidi pupuk yang digelontorkan pemerintah, namun tidak terlihat kenaikan melesat dari produksi pertanian yang diinginkan. Apakah sudah saatnya subsidi sarana prasarana produksi, termasuk pupuk ini diganti?
“Sudah sejak lama saya sampaikan saat merancang konsep, begitu juga di tahun 2017 disampaikan saat Rembug Nasional, bahwa subsidi input tersebut dihapus dan digantikan saja. Uangnya saja diberikan langsung ke petani. Apa susahnya?,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Prof. Dr. Ir. Dwi Andreas Santoso, M.S ketika dihubungi tabloidsinartani.com, Senin (11/1) melalui sambungan telepon.
Dirinya menjelaskan, ketika uang dibagikan ke petani, mereka bisa menetapkan sendiri pupuk yang akan digunakan. Di sisi lain, produsen pupuk akan berlomba lomba meningkatkan kualitas pupuknya. bukan subsidi disalurkan ke perusahaan pupuk. “Semua orang juga tahu bagaimana kebocoran dan penyelewengan dari subsidi pupuk yang terjadi,” sindirnya.
Dwi mengkalkulasi, jika total untuk subsidi saprodi (pupuk, benih dan alsintan) sekitar Rp 100 T lebih, maka sejumlah itulah dibagikan ke petani dalam bentuk bentuk uang (cash transfer). Sehingga petani pegang uang untuk biaya produksinya sendiri. Akan merangsang perekonomian desa, meningkatkan produksi petani karena petani bisa membeli pupuk dengan kualitas yang benar-benar bagus.
Dirinya mencontohkan petani di jaringan AB2TI sudah jarang menggunakan pupuk bersubsidi. Mereka lebih memilih untuk membeli pupuk non subsidi yang kualitasnya bagus, padahal mereka berhak mendapatkan pupuk bersubsidi. “Karena mereka memang berniat meningkatkan produksi dengan pupuk tersebut,” tuturnya.
Mengenai besaran cash transfer, Dwi percaya bahwa pemerintah lebih menguasai cara dan penyaluran cash transfer. Diirinya juga menilai cara cash transfer ini juga dilakukan di negara-negara lain yang bertopang pada pertanian. “Subsidi input itu tidak ada di negara maju. Bahkan negara berkembang pun hanya beberapa. Semua melalui cash transfer kepada petani
Untuk diketahui, Subsidi pupuk maupun saprodi di Indonesia sebenarnya sudah terlampau kuno karena dijalankan lebih dari 30 tahun yang lalu. Itu di desain untuk mengatasi wilayah yang sangat jauh (very remote area), terpencil dan tidak terakses jalan dan sebagainya. sehingga kalau pupuk sampai kesana, maka harganya tinggi. Sehingga saat itu diusulkan inputnya disubsidi dan menjadikan harga di wilayah tersebut, bisa mendapatkan dengan harga yang terjangkau.