TASIKMALAYA – Petani dan warga Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, mendadak beralih profesi menjadi pengupas buah kolang kaling. Hal itu mereka lakukan untuk memanfaatkan waktu luang saat bulan Ramadan.
Pekerjaan musiman yang hanya setahun sekali ini dirasa dapat memberikan penghasilan tambahan bagi keluarga yang mayoritas petani. Karena saat puasa, kolang kaling biasanya sangat diminati dan diburu pembeli untuk dijadikan menu berbuka. Apalagi harga kolang-kaling seringkali mahal di pasaran dan dapat mendatangkan keuntungan besar.
Harga kolang kaling di bulan Ramadan bisa dua kali lipat dibanding hari-hari biasa. Sehingga wajar mereka lebih memilih pindah profesi sementara dengan menggeluti usaha ini.
Tak heran, begitu memasuki bulan Ramadan, warga yang berada di Kampung Kandangsari, Desa Tanjungsari, Kecamatan Salawu ini disibukan dengan pekerjaan baru, yang hampir setiap bulan puasa tiba selalu mereka kerjakan. Mereka yang kebanyakan sebagai petani ini rela meninggalkan lahan sawah serta kebun demi menjadi pengupas buah kolang kaling.
Menurut salah seorang petani setempat, Sarifudin (38), dia mengaku sudah 20 tahun menggeluti usaha kolang kaling. Dia bersama keluarganya mampu mengupas kolang kaling sebanyak 70 kg dalam sehari. Dengan kemampuan mengupas seperti itu, tentunya dapat memberikan kuntungan yang lumayan.
Meskipun ada hal berbeda yang dirasakan saat Ramadan tahun ini, kondisi pandemi telah berpengaruh terhadap harga komoditas yang digelutinya tersebut.
“Nggak tahu kenapa saat musim Corona ini, harga kolang kaling malah anjlok. Tapi mau gimana lagi kami tetap menggelutinya karena sudah menjadi pekerjaan tahunan,” kata dia.
Jika saat awal puasa, kata dia, harga kolang kaling Rp8.000/kg, namun saat ini justru turun menjadi Rp5.000/kg. Padahal biaya produksi malah naik di saat pandemi Covid-19, seperti biaya angkutan dan tenaga pekerja menjadi lebih mahal.
Meskipun demikian, Sarifudin mengakui bahwa saat bulan puasa ini sebenarnya berkah bagi keluarga dan warga lainnya. Karena buah kolang kaling masih melimpah dan dapat memberikan penghasilan tambahan. Kendati harganya turun, namun dirinya tetap bersyukur karena ada tambahan penghasilan untuk menghidupi anak dan istrinya.
Di bagian lain, salah seorang warga lainnya, Aroh (50) mengaku sudah menumbuk kolang kaling sejak sepuluh tahun yang lalu. Dalam satu hari dia bisa menumbuk sebanyak 1 kuintal kolang kaling dengan upah Rp 30.000/kuintal. Pekerjaannya ini dirasa lumayan bisa menjadi tambahan penghasilan keluarga, terlebih di saat pandemi Covid-19 ini.
Sementara itu, proses pengolahan buah kolang kaling hingga bisa dikosnumsi terbilang cukup panjang. Setelah mengambil buah dari pohon, para petani mengumpulkannya di sekitar pohon atau sengaja dibawa ke pinggi jalan. Sehingga mempemudah penjualan kepada bandar yang biasa datang ke perkampungan.
Adapun untuk proses pengolahan kolang kaling melalui proses panjang, buah yang sudah dipetik di rontokan dari batangnya terlebih dahulu. Setelah itu buah dimasukan ke dalam drum untuk direbus selama satu setengah jam. Setelah dirasa matang, buah kolang kaling ini lalu dikupas yang kemudian mereka jual pada seorang bandar yang berada di Desa Kandangsari.
Begitu proses itu dilewati, kolang kaling di pasar tradisional dapat dibeli dengan harga antara Rp 10.000-Rp 15.000/kg, tergantung dari kualitasnya. Kolang kaling banyak dikonsumsi sebagai makanan tambahan saat berbuka puasa terutama untuk bahan utama kolak ataupun manisan.
sumber : iNews.id