infomitratani.com, Jakarta— Untuk mendukung ketahanan pangan, pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengembangkan kawasan pangan (food estate) di Kalimantan Tengah. Dari hasil panen beberapa waktu terjadi peningkatkan produktivitas tanaman dari sekitar 2-3 ton menjadi 5 ton/ha.
“Program food estate bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan dan lahan rawa merupakan masa depan bangsa Indonesia,“ kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy saat Webinar Forum Wartawan Pertanian mengenadi Food Estate di Jakarta, Kamis (18/3).
Data Kementan menyebutkan, potensi lahan rawa di Indonesia cukup besar mencapai 34 juta hektar (ha). Berdasarkan hasil penelitian, ada sekitar 17 juta ha yang dapat menjadi lahan pertanian produktif. “Karena itu secara bertahap kita optimalkan lahan rawa dengan tata kelola air yang baik, sehingga minimal bisa tingkatkan indeks pertanaman yang semula IP 100 menjadi IP 200 dan yang sudah IP 200 menjadi IP 300, sehingga produksi pangan kita bisa naik,” katanya.
Sarwo mengatakan, pemerintah terus berusaha meningkatkan produktivitas tanaman di lahan rawa, khususnya di areal food estate melalui sentuhan teknologi. Karena itu, pihaknya melakukan sosialisasi ke petani, seperti penggunaan varietas unggul bariu (VUB) dan bersertifikat.
Selama ini produktivitas padi di lahan rawa yang menjadi lokasi food estate hanya 2-3 ton/ha. Namun dengan sentuhan teknologi kini bisa di atas 5 ton/ha. Artinya dari sisi produktivitas, lahan rawa bisa ditingkatkan. “Kita ubah main set petani untuk melakukan perubahan pola tanaman dari tradisional ke modern, terutama penggunaan mekanisasi,” kata Sarwo.
Karena itu, Kementerian Pertanian memberikan bantuan alat olah tanam dan panen untuk digunakan petani. Dengan demikian, petani bisa lebih cepat mengolah dan menanam, kemudian panen juga bisa lebih cepat dan bisa kembali tanam lagi. “Saat ini di lokasi food estate diharapan bisa dua kali tanam, kalau sampai tiga kali tanam kita sangat bersyukur. Artinyanya ini menggembirakan dan sebuah kemajuan,” ujarnya.
Sarwo mengungkapkan, sebelum pengembangan food estate di Kalimantan Tengah, pada tahun 2019 pemerintah juga telah mendorong pemanfaatkan lahan rawa di lima provinsi yakni, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung. Di lima provinsi itu ada sekitar 366 ribu ha lahan rawa yang dioptimalkan untuk budidaya padi.
Untuk tahun 2020, kata Sarwo, pemerintah mencoba optimalisasi lahan rawa Kalteng seluas 30 ribu ha eks PLG, sekarang sudah tanam 25 ribu ha. Selain di Kalteng, pemerintah juga menyasar wilayah lain seperti di Sumba Tengah, NTT.
“Walaupun lahan merginal ternyata bisa ditanam dengan baik. Diharapkan ke depan program food estate bisa lebih baik lagi. Diharapkan bisa berkembang di kabupaten lain untuk meningkatkan produksi pangan Indonesia agar bisa memenuhi kebutuhan pangan 270 juta jiwa penduduk Indonesia,” tutur Sarwo.
Kasubdit Optimasi dan Rehabilitasi Lahan, Ditjen PSP, Kementerian Pertanian, Foyya Yusufu Aquino menambahkan, sebagai contoh penerapan teknologi di lahan food estate, pemerintah membuat center of excellence di Kabupaten Kapuas 1.000 ha dan Kabupaten Pulang Pisau 1.000 ha. “Show window food estete nanti menjadi contoh. Kita kawal dan intensifikasi, diaplikasikan teknologi,” katanya.
Jenis kegiatannya ungkap Foyya, untuk usahatani padi sawah (seed treatment) pemerintah mendistribusikan 25.000 bungkus Agrimeth dan pendampingan di 16 Poktan di Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau dan 12 poktan di Kecamatan Bataguh, Kabupaten Kapuas. Sedangkan untuk usahatani hortikultura (pekarangan) dilakukan budidaya sayuran tumpeng gilir (bawang, daun bawang, cabai) dan tanaman buah (papaya, pisang).
Sementara itu untuk usaha ternak, dilakukan budidaya Itik (pengolahan limbah, mixer, mesin tetas). Budidaya ternak itik 1.000 ekor jenis master. “Pemerintah juga memanfaatkan sumber daya lokal untuk peningkatan pendapatan petani, seperti budidaya ikan metode keramba dan kolam. Sedangkan untuk usaha tani perkebunan dilakukan pembibitan dan budidaya kopi dan kelapa genjah,” tutur Foyya.
Tantangan Besar
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), IPB University, Dr. Sahara mengatakan, tantangan pembangunan food esate adalah isu konversi lahan yang kini cukup marak. Selain itu, dengan lahan food estate yang cukup luas perlu manajemen pertanian yang modern.
“Tantantan lainnya adalah bagaimana ketersediaan input produksi, onfarm, pascapanen, distribusi dan pemasaran. Sumber daya petani, baik usia dan kemampuan manajerial juga menjadi persoalan,” katanya.
Karena itu ia berharap, pemerintah bisa melakukan koordinasi dengan baik, antara Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, Kemendesa PDTT, Kementerian LHK, Kementerian BUMN, Kementerian ATR, Perusahaan Pupuk, Perusahaan Benih dan lain sebagainya. “Kita berharap dengan food estate kemandirian pangan bisa meningkat. Ini pekerjaan besar,” tegasnya.
Sementara itu Midzon Johannis, Senior Advisor Croplife Indonesia mengakui, tantangan dunia, termasuk Indonesia ke depan adalah peningkatan populasi yang menyebabkan naiknya permintaan pangan. Data menyebutkan, populasi manusia dunia tahun 1950 sebanyak 2,5 miliar, tahun 2011 naik menjadi 7 miliar dan tahun 2050 dipekirakan mencapai 9 miliar.
“Ini tantangan besar. Konsumsi pangan diperkirakan meningkat 23 persen, sementara luas lahan pertanian hanya tumbuh 9 peren,” katanya. Karena itu dengan potensi lahan rawa luas, di Indonesia berpotensi untuk ekspansi perluasan areal. “Kami mendukung pengembangan food estate di Kalimantan Tengah,” tambahnya.
sumber : TABLOIDSINARTANI.COM