Jakarta, infomitratani.com – Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui beberapa komoditas pangan masih harus diimpor, dalam jumlah besar maupun hanya menutup kekurangan produksi lokal. Ada komoditas pangan yang mayoritas kebutuhan dipasok dari impor.
Berdasarkan realisasi impor 2020, komoditas dengan nilai impor terbesar adalah kedelai yang mencapai 1.046.978 ton. Stok yang masih tersedia hingga Desember 2020 lalu hanya 413.117 ton, sementara produksi hanya 42.449 ton. Padahal, perkiraan kebutuhan mencapai 1.304.432 ton.
Fakta ini yang membuat harga tahu dan tempe harus mengalami lonjakan harga beberapa waktu lalu. Indonesia masih harus mengandalkan impor kedelai dari Amerika Serikat dan Brasil. Padahal, di sisi lain Indonesia juga harus berebut stok dengan negara lain seperti China. Akibatnya, harga kedelai naik dan pengrajin tahu serta tempe harus menjerit.
Selain kedelai yang mayoritas dari impor, bawang putih yang realisasi impornya 257.824 ton pada 2020, daging sapi atau kerbau 111.296 ton, dan gula pasir 646.944 ton.
“Untuk sebagian komoditas seperti kedelai, bawang putih, daging sapi atau kerbau dan gula pasir, sebagian masih didatangkan melalui impor,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Momon Rusmono dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Senin (15/3/21).
Komoditas tersebut seakan menjadi langganan bagi Indonesia untuk mengandalkan dari luar negeri. Pasalnya, produksi dalam negeri tidak mencukupi, misalnya dari perkiraan kebutuhan bawang putih hingga Mei mendatang yang mencapai 243.655 ton, Indonesia hanya mampu produksi 14.290 ton. China menjadi negara yang biasanya memenuhi kebutuhan bawang putih Indonesia.
Kemudian kebutuhan gula pasir untuk konsumsi rumah tangga yang masih besar defisit, bahkan bila untuk keperluan industri jumlah defisitnya lebih besar lagi. “Hampir 650 ribu ton (defisit) untuk konsumsi,” kata Momon.
sumber : CNBC Indonesia