TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Perkembangan indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di Bali pada Januari 2021 mengalami penurunan. Sebelumnya, NTP di Bali tercatat 93,56 dan turun sebesar 0,51 persen di Januari 2021 menjadi 93,09.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Hanif Yahya mengatakan, penurunan ini dipengaruhi oleh indeks yang diterima petani tercatat mengalami kenaikan lebih kecil
dibandingan kenaikan indeks yang dibayar petani.
“Indeks yang diterima petani tercatat naik sebesar 0,15 persen dari 99,44 menjadi 99,59 pada bulan Januari 2021. Sementara indek yang dibayar petani tercatat naik mencapai 0,66 persen dari 106,29 menjadi 106,99,” kata dia dalam berita resmi statistik yang dikutip Tribun Bali, Selasa 2 Januari 2021.
Indeks NTP di Bali pada Januari 2021 masih berada di bawah angka 100.
Hal ini mengindikasikan bahwa dalam tingkatan tertentu, nilai tukar produk yang dihasilkan petani belum mampu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani.
Kebutuhan rumah tangga ini terdiri atas dua hal pokok, yaitu konsumsi rumah tangga dan biaya produksi pertaniannya.
Dari lima subsektor yang menjadi komponen penyusunan indeks NTP, seluruh subsektor tercatat berada di bawah angka 100.
Pada masa tatanan hidup baru (new normal), pemantauan komponen pembentuk indeks NTP pada Januari 2021 masih sama dengan bulan lalu.
Pemantauan dilakukan dengan cara khusus terkait adanya himbauan pemerintah untuk melakukan social distancing dalam rangka mencegah merebaknyq COVID-19.
Dikarenakan pengumpulan data komponen pembentuk indeks NTP dilakukan dengan cara yang tidak sama dengan yang dihasilkan sebelumnya, maka dalam tingkat kedalaman teknis tertentu yang dihasilkan tidak dapat diperlakukan secara apple to apple.
Salah satu yaitu perilaku dari petani sebagai produsen maupun konsumen serta pedagang di pasar yang tidak seperti biasanya dalam menentukan harga.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud), I Wayan Windia menilai, jika saat ini NTP di bawah 100, maka hal itu menunjukkan bahwa sektor pertanian di Bali sudah anjlok total dan berada dalam kondisi ‘lampu merah’.
Data itu juga dapat mengindikasikan bahwa kondisi sub-sektor pertanian tanaman pangan yang berkait dengan eksistensi subak, dalam kondisi yang jauh lebih buruk.
“Nilai 100 dalam NTP menunjukkan bahwa, pendapatan dan pengeluaran petani dalam kondisi pak-pok. Kalau nilainya di bawah 100, artinya pengeluaran petani lebih tinggi dari penerimaannya. Lalu kalau dalam kondisi yang merugi, siapa yang tahan terus berada di sektor pertanian?,” kata dia.
NTP Bali yang berada di bawah 100, berarti menunjukkan bahwa dalam waktu singkat akan terjadi konversi sawah secara besar-besaran di Bali.
Menurutnya, data terbaru dalam buku Bali Membangun menunjukkan, bahwa per tahun, rata-rata sawah berkurang di Bali kurang lebih 2.800 hektare dan aat ini sawah di Bali tinggal sekitar 69.000 hektare. (*)
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana
Editor: Noviana Windri