TABLOIDSINARTANI.COM, Bogor — Guna memudahkan PPL dan petani dalam menentukan jumlah pupuk untuk tanaman padi, Badan Litbang Pertanian juga sudah membuat alat “uji tanah” cepat atau perangkat uji tanah sawah (PUTS). Dengan dosis rekomendasi dari PUTS, petani bisa menghemat penggunaan pupuk.
Seperti yang diungkapkan Peneliti Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Irawan. Pada tahun 2018 Irawan dan tim dari Balai Penelitian Tanah, Kementan melakukan penelitian penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) bersama PPL dan petani anggota Poktan Mulya Sanepa dan Cibentar di Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dosis pupuk padi sawah berdasarkan PUTS lebih hemat daripada kebiasaan petani. Penghematan penggunaan pupuk (NPK dan urea) mencapai 15,5 persen dan 48,4 persen masing-masing untuk Poktan Mulya Sanepa dan Poktan Cibentar.
Secara nominal nilai penghematan penggunaan pupuk dengan rekomendasi PUTS mencapai Rp 187.500/ha untuk Poktan Mulya Sanepa dan Rp 419.167/ha untuk Poktan Cibentar.
Selain menghemat penggunaan pupuk, dosis pupuk berdasarkan PUTS juga meningkatkan produktivitas padi, yakni 1,04 t GKP /ha (13,2%) untuk Poktan Mulya Sanepa dan 0,46 t GKP /ha (6,2%) untuk Poktan Cibentar.
Adapun nilai tambahan produktivitas padi sekitar Rp 3.848.000/ha untuk Poktan Mulya Sanepa dan Rp 1.702.000/ha untuk Poktan Cibentar. Peningkatan produktivitas padi tersebut tidak terlepas dari konsep pemupukan berimbang.
Di sisi lain, penggunaan alat PUTS untuk menetapkan dosis pupuk yang seimbang tersebut tidak memerlukan tambahan biaya yang besar. Petani cukup membayar iuran sebesar Rp 27.000/orang per musim tanam padi. Mengingat luas sawah garapan petani di Jawa relatif sempit maka satu unit alat PUTS bisa digunakan untuk beberapa Poktan, atau bahkan dalam satu Gapoktan.
Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa penggunaan PUTS untuk penentuan dosis pupuk padi sawah akan menghemat penggunaan pupuk, meningkatkan produktivitas padi dan secara finansial menguntungkan petani.
Apa itu PUTS? Perangkat uji tanah sawah merupakan alat bantu untuk menghitung kebutuhan pupuk pada usahatani padi sawah yang dapat digunakan langsung di lapangan dengan cepat, mudah, cukup akurat dan sederhana; tidak harus melalui analisis laboratorium tanah.
PUTS dikemas dalam satu tas dengan ukuran panjang 33 cm, lebar 15,5 cm dan tinggi 17 cm dengan berat sekitar 3 kg, sehingga bisa dibawa ke mana-mana atau “portable”. Alat PUTS tersebut dapat digunaan untuk penetapan unsur fosfor (P), kalium (K) dan pH tanah di lapangan dalam waktu kurang dari 15 menit setelah contoh tanahnya tersedia.
Satu set PUTS dapat digunakan untuk menganalisis sebanyak 50 contoh tanah. Setiap contoh tanah dapat digunakan untuk mewakili lahan sawah beberapa orang anggota kelompok tani atau luasan sawah sekitar 3-5 ha dalam satu hamparan lahan yang relatif seragam. Dengan demikian satu set PUTS dapat digunakan untuk penetapan rekomendasi pemupukan padi sawah seluas 150-250 ha.
Rekomendasi Dosis
Pada saat ini rekomendasi pemupukan padi sawah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 40/2007 dan dimuat pada Aplikasi Kalander Tanam (Katam) Terpadu. Aplikasi tersebut dapat dengan mudah diakses oleh petugas penyuluhan pertanian (PPL).
Sosialisasi keduanya kepada PPL dan pengurus kelompok tani (Poktan) sudah cukup sering dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian. Melalui berbagai program Kementerian Pertanian, alat PUTS tersebut telah didistribusikan kepada petugas PPL melalui Dinas Pertanian dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) setempat.
Berdasarkan informasi dari pihak lisensor PUTS pengadaan alat uji PUTS yang cukup banyak terjadi pada tahun 2007 (3.425 unit), 2011 (1.518 unit), 2012 (3.165 unit), 2013 (3.971 unit) dan tahun 2019 (963 unit).
Diakui Irawan, hingga sekarang, hanya sebagian kecil petani yang menggunakan pupuk berdasarkan rekomendasinya, sedangkan sebagian besarnya berdasarkan pada pengalaman sendiri atau mengikuti petani lainnya.
Contohnya, penggunaan pupuk pada usahatani padi yang cukup beragam terjadi di daerah Pantai Utara Jawa. Penggunaan pupuk an-organik di Kecamatan Cepu dan Kedungtuban, Blora, Jawa Tengah meliputi urea (400-1000 kg/ha), SP-36 (150 -1000 kg/ha), KCl (80-120 kg/ha) dan NPK Phonska 15-15-15 (150-400 kg/ha). Jumlah pupuk untuk tanaman padi tersebut tergolong berlebihan (Wasito dkk., 2010).
Begitu juga pendapat Prof. Dr. Nursyamsi (2017) bahwa penggunaan pupuk P dan K oleh petani masih belum sesuai dengan status kesuburan tanah sawah.
“Tidak mengherankan kalau banyak ditemukan di lapangan bahwa petani menggunakan pupuk lebih banyak daripada seharusnya. Tentu saja hal tersebut tidak efisen atau penghamburan, juga akan berdampak terhadap lingkungan pertanian, misalnya pencemaran terhadap sumber daya air,” ungkapnya.
Sebagai pembanding penggunaan pupuk pada usahatani padi di Korea Selatan sudah sangat rendah. Menjelang tahun 1990 dosis pupuk an-organik untuk padi di sana sekitar 470 kg/ha, lalu terus berkurang menjadi 236 kg/ha (2012) dan 200 kg/ha (2018). Informasi tersebut Irawan dapatkan langsung saat mengikuti pelatihan 2019 Kapex Academy.
“Pengurangan dosis pupuk tersebut didorong oleh kebijakan penghapusan subsidi harga pupuk an-organik secara bertahap dan sebagian dialihkan kepada subsidi harga/ pengadaan pupuk organik. Selain itu juga didorong oleh penelitian dan pengembangan jenis/formula pupuk spesifik untuk padi sawah,” bebernya.
Reporter : Irawan
Sumber : Balit Tanah /BBSDLP