Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) memantau panen jagung masih berlangsung di beberapa wilayah. Puncak panen jagung terjadi di bulan Maret sebanyak 697 ribu ha, kemudian April masih ada 284 ribu ha, bulan Mei 286 ribu ha, dan Juni 324 ribu ha. Adapun provinsi dengan luasan produksi jagung terbesar di NTB, Sulsel, Jatim, Lampung, NTT dan Jateng.
“Dalam rangka mengembangkan jagung, perlu adanya beberapa aspek yang menjadi pertimbangan seperti peningkatan jumlah penduduk, perubahan preferensi pangan, orientasi ekspor serta perdagangan jagung,” demikian disampaikan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi kala ikut serta pada perbincangan bertajuk “Dialog Agribisnis Bantuan Benih Jagung” bersama para tokoh pertanian hari Rabu (28/4).
Bagaimana untuk meningkatkan produksi jagung, menurut Suwandi bisa ditempuh dengan pemanfaatan lahan kering, perhutanan, perkebunanm dll, kemudian dukungan agroklimat yang sesuai, pemanfaatan teknologi dan inovasi, kelembagaan serta penyediaan sarana dan prasarana.
“Sebenarnya kunci keberhasilan ada pada varietas. Pergantian varietas dapat memacu produktivitas. Saat ini ada 14 varietas unggul baru yang dilepas Bapak Mentan SYL tahun 2020 dan disamping itu yang sudah eksisting ada 59 varietas jagung komposit dan 261 varietas jagung hibrida,” ujar Suwandi.
Terkait dinamika harga jagung, Suwandi menyebutkan sangat diperlukan penanganan bersama, tidak hanya oleh Kementan saja. Dalam hal ini perlu sekali adanya alat panen, alat pasca panen pengering, silo, kemudian peternak juga agar punya gudang penyimpanan. Ia meyakinkan bahwa produksi jagung tahun ini tidak terganggu, namun demikian yang paling penting adalah bagaimana penyediaan alat dan penyimpanan yang cukup sehingga fluktuasi bisa diatasi dengan hilirisasi dan sarana logistik.
Sasaran luas tanam jagung adalah 4,26 Juta hektar dengan perkiraan produksi 23 juta ton dan produksivitas 5,58 ton per hektar. Bantuan benih jagung dari Kementan diutamakan untuk penangkaran benih, food estate serta untuk kawasan korporasi.
Senada dengan hal tersebut, Sutarto Alimoeso selaku Ketua Perpadi mengatakan untuk mengatasi permasalahan jagung perlu menggandeng dengan pabrik pakan. “Karena petani ini kan luas hamparan kecil-kecil dan tersebar, perlu juga penanganan khusus seperti Bulog yang ikut turun tangan,” ujar Sutarto.
Sutarto juga menyebut pentingnya perluasan tanam jagung untuk pemenuhan kebutuhan jagung nasional di lahan-lahan yang tidak produktif seperti lahan perhutanan, perkebunan, dan lahan-lahan yang belum dimanfaatkan.
Anton Apriyantono, mantan Mentan yang masih aktif berkecimpung di pertanian pun memberikan komentar bahwa korporasi menjadi kekuatan untuk membangun kelembagaan pertanian. “Pola korporasi harus mulai dikenalkan dan dijalankan sehingga dari hulu sampai hilir berjalan baik,” sebutnya.
Di waktu yang sama pengamat pertanian Farid Bahar mengatakan pentingnya peran pemerintah daerah. “Tugasnya pemerintah daerah ini mengkoordinasi dengan semua pihak terkait agar panen jagung segera dikeringkan, sehingga dapat disimpan lama, disinilah perlu adanya alat pengering. Tidak hanya itu, selanjutnya perlu juga penyimpanan jagung yang memadai,” sebutnya.
Farid menyebutkan pada daerah yang areal jagungnya luas, perlu dibangun silo penyimpanan jagung, agar jagung dapat disimpan sehingga harga tetap layak. Peran pemerintah pusat menurutnya ada disini, dengan membangun silo dan dryer kapasitas besar pada sentra-sentra produksi jagung. Farid meyakini petani akan berani melakukan investasi teknologi yang dianjurkan. Syaratnya apabila harga jagung yang diterima saat panen termasuk layak baginya.
Secara umum dari hasil diskusi tersebut pengamat pertanian Maxdeyul Sola, menyebut adanya situasi anomali dimana harga jagung yang tinggi sedangkan produksi diyakini masih banyak. “Maka dari itu perlu memperbanyak alsintan pascapanen, dan yang penting lagi ketersediaan air untuk memperkuat produksi dan produktivitas jagung,” tandasnya.