Pangandaran – Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Ai Ijah Hartini berharap koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan Pemkab Pangandaran dalam penanganan masalah banjir di wilayah Kecamatan Padaherang, Mangunjaya dan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, terjalin dengan baik.
“Itu sejak saya masih kecil, permasalahan banjir di wilayah itu seperti tak ada solusinya,” kata Ai Ijah, Selasa (2/3/2021). Padahal kata Ai Ijah, tiga kecamatan tersebut merupakan lumbung padi Kabupaten Pangandaran. “Lahan pertaniannya ratusan hektare, bisa dibilang lumbung padinya Pangandaran,” kata Ai.
Dia memaparkan sektor pertanian juga menjadi penopang perekonomian rakyat Pangandaran, sehingga masalah banjir di wilayah itu semestinya mendapatkan prioritas. “Sektor pertanian itu tahan banting, dia bisa survive di segala kondisi. Buktinya di tengah pandemi Corona, pertanian adalah sektor usaha yang tak goyah,” kata Ai.
Menurut dia, muncul wacana membuat embung sebagai media tampung ketika debit air meningkat. “Rencananya kita buat embung. Memang benar wilayah itu adalah dataran rendah sehingga mudah sekali banjir. Tapi jika bersama-sama bersinergi, kita pasti bisa menanganinya,” ujarnya.
Ai menuturkan masalah terbesar dari sulitnya penanganan banjir di Padaherang dan sekitarnya adalah koordinasi sebagai dampak dari pembagian kewenangan antara pemerintah pusat melalui BBWS Citanduy, Pemprov Jabar melalui Dinas PSDA dan Pemkab Pangandaran. Dia menjelaskan perlu penanganan terintegrasi sehingga penanganan tidak parsial atau separuh-separuh.
“Tembok besar masalahnya kan koordinasi. Terdengar sepele, namun kenyataannya susah dilaksanakan,” ucap Ai.
Dia mengatakan pada 15 Maret mendatang akan melakukan pertemuan dengan semua pihak terkait penanganan banjir di wilayah tersebut. “Mudah-mudahan bisa selesai, ada solusi dan didukung oleh masyarakat,” kata Ai.
Petani mengeluhkan kondisi banjir yang hampir setiap tahun melanda area sawahnya. Ratusan hektare sawah kebanjiran. Misalnya di Desa Maruyungsari dan Paledah, sawah terlihat seperti danau akibat terendam.
“Sejak akhir tahun lalu banjir, sawah sudah tak diurus, kami biarkan. Karena sudah biasa, jadi ketika musim hujan datang, kami tidak menanam. Dipaksakan menanam juga malah rugi, buat apa?” kata Bangun, salah seorang petani di Desa Maruyungsari.
Bangun mengatakan banjir disebabkan air Citanduy tertahan saat hendak masuk muara. “Mungkin karena muara sudah dangkal, jadi ketika air Citanduy besar, tidak langsung mengalir ke laut. Tertahan di muara dan meluber ke sini,” kata Bangun.
Kondisi ini sudah terjadi bertahun-tahun, Bangun bahkan mengaku sudah pasrah dengan kondisi ini. “Susah, nggak ada solusi. Pihak yang meninjau mah sudah bolak-balik dari pusat dari pemda. Katanya biayanya besar kalau untuk pengerukan,” kata Bangun.
sumber : detikNews